Ini adalah pengalaman pertama saya menonton Twilite Orchestra secara live, walaupun motif utama bukan menonton Twilite Orchestra tapi menonton guru piano saya, Levi Gunardi.
Tiba di Balai Kartini waktu sudah menunjukkan pukul 7. Para calon penonton sudah berbondong-bondong antri di depan pintu yang jadwalnya akan dibuka pukul 7.30 seperti antri sembako. Begitu pintu dibuka semua penonton langsung bergerak masuk dan saling dorong seperti antri sembako. Bisa diduga ini adalah acara yang lagi-lagi panitianya tidak memikirkan kenyamanan penonton.
Konser malam itu dibuka dengan sebuah video yang menampilkan perjuangan pemuda-pemudi Indonesia dari masa ke masa. Videonya dikemas menarik dengan sinematografi yang enak dilihat. Kemudian Addie MS masuk dan memimpin orchestra memainkan ‘Indonesia Raya’. Konser ini memang diadakan sehari setelah hari Sumpah Pemuda dan atmosphere patriotismenya benar-benar terasa.
Addie MS ternyata cukup komunikatif, ia selalu memberikan introductory singkat sebelum atau sesudah memainkan sebuah komposisi.
Daniel Christianto
Solois pertama yang muncul membawakan Indonesia Pusaka karangan Ismail Marzuki adalah Daniel Christianto yang cukup berbakat namun saya tidak begitu menyukai gaya vokalnya yang berjenis seriosa. Terlalu banyak getaran sehingga terkesan dieksploitasi, tapi saya memang tidak begitu mengerti tentang seriosa.
Lea Simanjuntak
Membawakan Indonesia Jaya dengan penuh penghayatan dan yang paling mengesankan dari solois wanita ini adalah kekuatan vokalnya. Di lagu The Power of The Dream bahkan vokalnya lebih memukau lagi. Bagi saya penyanyi paling bagus malam itu adalah Lea Simanjuntak.
Idol Divo
Selain solois Daniel Christianto dan Lea Simanjuntak, Idol Divo yang terdiri dari Mike, Delon, Lucky, dan Judika Indonesian Idol. Mereka membawakan lagu Pemuda karya Candra Darusman dan Hero-nya Mariah Carrey. Pada lagu pertama saya tidak begitu menyukai harmonisasi vokalnya, terasa nanggung dan kurang pas, bagian akhirnya pun terdengar menggantung dan aneh. Namun di lagu yang kedua mereka terdengar lebih enak.
Duo Piano: Levi Gunardi dan Johannes S. Nugroho
Yang saya tunggu-tunggu adalah duet piano Levi Gunardi dan Johannes S. Nugroho membawakan Tabuh Tabuhan: III Finale karya Colin McPhee. Bagi saya komposisi ini adalah klimaks dari acara malam itu. Lagu ini bernuansa bali dengan instrumen utama 2 piano, celesta, xylophone, marimba, glockenspiel, cymbal dan gong Bali. Duo piano bermain agresif dan mengimitasi suara gamelan membuat nuansa Bali. Lagu ini tidak ada bagian klimaksnya, namun semua instrumen bersatu dengan sedikit campuran musik Barat yang mengalun dan musik Bali yang agresif.
Komposisi favorit saya selain Tabuh Tabuhan: III Finale adalah Janger yang dinyanyikan paduan suara dari universitas Trisakti, IPB, dan UI. Lagu ini juga bernuansa Bali dengan harmonisasi paduan suara yang luar biasa indah dan mistis. Selain itu ada juga Sabre Dance yang diambil dari musik ballet Rusia yang berjudul Gayaneh, lagu ini merupakan tarian pedang. Di sini terlihat benar Addie MS dan para pemain orchestra benar-benar menikmati bermain musik. Pada bagian akhir lagu Addie MS sempat meniru gerakan bermain pedang bersama dengan pemain biola dan pemain cello.
Konser malam itu dilihat dari segi acara sangat menarik dan menghibur, tapi selalu ada nilai minus dari sisi kenyamanan menonton. Dimulai dari antrian yang sangat panjang dan pintu yang sangat kecil sampai kenyamanan kita duduk menonton. Karena floor dibuat sedikit naik dengan tripleks yang dilapisi karpet jadi setiap ada orang berjalan, area tempat duduk tersebut akan bergoyang-goyang heboh, sudah begitu panitia terus hilir-mudik jadi selama menonton saya rasanya seperti berada di atas air karena goyang-goyang terus
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar